Baleg Belum Putuskan Terkait Revisi UU KPK

03-10-2012 / BADAN LEGISLASI

            Rapat Panja Harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi atas RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) belum memutuskan direvisi atau tidaknya Rancangan Undang-Undang KPK yang diajukan Komisi III DPR.

            Dalam rapat tertutup yang dipimpin Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dimyati Natakusumah, Rabu (3/10) terjadi perdebatan yang cukup alot mngenai isi dari RUU KPK yang dianggap melemahkan kekuatan KPK.

            Draft revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disiapkan oleh Komisi Hukum DPR, dinilai melemahkan lembaga antikorupsi itu. Sejumlah poin revisi yang mengarah kepada pelemahan yaitu menginginkan agar lembaga antikorupsi itu tidak lagi diberi kewenangan untuk melakukan penuntutan, kewajiban KPK mengajukan izin tertulis kepada pengadilan negeri sebelum melakukan penyadapan, dibolehkannya usulan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan pembentukan Badan Pengawas bagi KPK.

Salah satu tugas KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf c UU Nomor 30/2002 adalah adanya kewenangan penuntutan KPK yaitu “melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi‘. Sedangkan draf perubahan UU KPK yang diterima Badan Legislasi DPR, kata penuntutandihilangkan, sehingga Pasal 6 huruf c menjadi “penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi‘.

Sementara itu, Pasal 12 UU No. 30/2002 tentang wewenang KPK tampaknya dalam draf RUU Perubahan UU KPK justru melemahkan kewenangan KPK. Hal ini dapat dilihat dari draf RUU Perubahan UU KPK.

Dalam Pasal 12 UU Nomor 30/2002 ayat (1) menyebutkan: “Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, Komisi pemberantasan Korupsi berwenang: (a) melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.‘

Sementara dalam draf RUU Perubahan UU KPK, Pasal 12 huruf a menyebutkan: “Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, Komisi pemberantasan Korupsi berwenang: (a) melakukan penyadapan‘.

Dalam draf RUU Perubahan KPK disisipkan 1 pasal, yakni Pasal 12A, hal ini berbeda dengan UU 30/2002 yang tidak memuat Pasal 12A. Pasal 12 A ayat (4) draf RUU Perubahan UU KPK berbunyi “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri dalam waktu paling lama 1 x 24 ( satu kali dua puluh empat) jam setelah dimulainya penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Sebagian besar anggota rapat tidak setuju dengan RUU KPK yang diajukan dan memberikan beberapa opsi diantaranya, RUU ini akan dikembalikan kepada Komisi III untuk direvisi ataupun Baleg akan meminta Komisi III untuk menarik kembali RUU yang diajukan.

            Belum ada keputusan yang jelas dari rapat yang berlangsung, sehingga Pimpinan  rapat memutuskan untuk melakukan rapat lanjutan dalam membahas masalah ini. Dalam rapat selanjutnya, ketua rapat mengatakan pembahasan akan lebih mendalam dan membahas lebih jelas isi dari RUU KPK ini secara bersama-sama dengan anggota rapat.(tt,bc,et)/foto:iwan armanias/parle.

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...